BAB 1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sastra pada dasarnya merupakan ciptaan, sebuah kreasi bukan semata - mata sebuah imitasi. Karya sastra sebagai bentuk dan hasil sebuah pekerjaan kreatif, pada hakikatnya adalah suatu media yang mendayagunakan bahasa untuk mengungkapkan tentang kehidupan manusia. Oleh sebab itu, sebuah karya sastra, pada umumnya, berisi tentang permasalahan yang melingkupi kehidupan manusia. Kemunculan sastra lahir dilatar belakangi adanya dorongan dasar manusia untuk mengungkapkan eksistensi (keberadaan) dirinya.
Sastra sebagai hasil seni (seni sastra), sastra sebagai kegiatan kreatif manusia yang menggunakan bahasa sebagai alat manifestasinya. Sastra berada dalam dunia fiksi, yaitu hasil kegiatan krtetif manusia, hasil proses pengamatan, tanggapan, fantasi, pikiran, perasaan dan kehendak yang bersatu padu yang di wujudkan dengan menggunakan bahasa. Menurut etimologisnya kata kesusastraan itu berasal dari kata su dan sastra. Su artinya baik dan sastra (dalam bahasa sansekerta). Dari pengertian etimologis itu, sastra berarti karangan yang indah atau karangan yang indah atau karangan yang baik. Sastra juga adalah semua buku yang memuat perasaan manusia yang mendalam dan kebenaran moral dengan sentuhan kesucian, keleluasan pandangan, dan membentuk yang mempesona.
Menurut Horatius karya sastra memiliki dua fungsi yaitu Dulce et Utile yaitu indah dan bermanfaat, begitu pula keindahan dan manfaat karya sastra Salah satu yang termasuk karya sastra ialah drama merupakan satu dari sekian banyak karya satra yang banyak dikaji. Sebagai salah satu genre sastra, drama mempunyai kekhususan dibanding dengan genre puisi ataupun genre fiksi. Kesan dari kesadaran terhadap drama lebih difokuskan kepada bentuk karya yang bereaksi langsung secara konkret. Kekhususan drama tersebut disebabkan tujuan drama yang tidak hanya dapat dibaca tetapi dapat pula dipertontonkan dalam suatu penampilan dan perilaku konkret. Oleh sebab itu drama disebut karya yang mempunyai dua dimensi, yaitu sebagai genre sastra dan sebagai seni lakon, seni peran atau seni pertunjukan.
Dengan demikian, dalam makalah ini penulis mencoba untuk mengkaji atau menganalisa salah satu monolog drama yang lahir pada tahun 2008, yaitu Monolog Nyonya Dermawan karya Agus R. Sarjono.
Rumusan Masalah
Bagaimana Definisi Drama dan Definisi Monolog?
Bagaimanakah Biografi Pengarang (Agus R. Sarjono)?
Bagaimana Sinopsis Monolog Nyonya Dermawan?
Bagaimana Pendekatan Objektif Drama Monolog Nyonya Darmawan?
Tujuan Masalah
Mendeskripsikan Definisi Drama dan Definisi Monolog
Mendeskripsikan Biografi Pengarang (Agus R. Sarjono)
Mendeskripsikan Sinopsis Monolog Nyonya Dermawan
Mendeskripsikan Pendekatan Objektif Drama Monolog Nyonya Darmawan
BAB II
PEMBAHASAN
Definisi Drama dan Definisi Monolog
Drama adalah sebuah genre sastra yang penampilan fisiknya memperlihatkan secara verbal adanya dialogue atau cakapan di antara tokoh-tokoh yang ada. Sedangkan Sudjiman, menyatakan bahwa drama adalah karya sastra yang bertujuan menggambarkan kehidupan dengan mengemukakan tikaian dan emosi lakuan lewat dialog. Ada yang memasukkan drama sebagai teks karya sastra yaitu teks drama. Ada juga yang dimasukkan dalam seni teater yaitu pertunjukkan drama.Unsur-unsur yang membangun drama sebagai seni pertunjukan berbeda dengan teks drama. Unsur-unsur drama sebagai seni pertunjukkan adalah plot, karakterisasi, dialog, tata artistik, dan gerak. Plot dan karakter tidak disarkan pada penjelasan penceritaan, tetapi dibentuk oleh dialog dan gerak. Dialog dan gerak (mimik dan pantomimik) merupakan unsur utama yang dominan dalam drama pertunjukkan. Tata artistik mencakup tata busana, tata rias, tata lampu, tata ruang dan panggung. Unsur teks drama hampir sama dengan prosa rekaan yaitu plot, tokoh, watak, dan penokohan, latar cerita, gaya bahasa, dan tema atau amanat. Semua itu terdapat dalam dialog di antar tokoh, namun ada juga yang diterangkan lewat luar dialog, yakni hal-hal dengan suasana, pergantian latar cerita, dan pergantian waktu. Teks drama ada yang dipentaskan, tetapi ada juga yang tidak dapat di pentaskan.
Berdasarkan masanya drama dibagi menjadi dua macam, yaitu drama tradisional dan drama modern. Drama tradisional sendiri adalah drama yang lahir dan diciptakan masyarakat tradisional. Sedangkan drama modern adalah drama yang lahir dari masyarakat industri. Drama juga dibagi menjadi tiga, berdasarkan isi dan suasananya yakni ada drama tragedi, komedi, dan tragedi-komedi.
Sedangkan, monolog adalah sebuah ujaran panjang yang diucapkan seseorang, baik kepada dirinya sendiri maupun orang lain. Monolog ada dua macam, yakni monolog dramatik dan monolog solilokui. Monolog dramatik adalah ujaran seorang tokoh yang mengungkapkan sifat-sifat dirinya dan situasi dramatik. Sedangkan monolog solilokui adalah sebuah ujaran panjang seorang tokoh yang berada sendirian di atas panggung untuk menyatakan gagasan-gagasannya.
Kaitan antara keduanya yaitu, drama dan monolog sama-sama berdialog, hanya saja monolog diperankan oleh sendiri dan drama diperankan banyak tokoh.
Biografi Pengarang (Agus R. Sarjono)
Lahir di Bandung, 27 Juli 1962. Menyelesaikan studinya di FPBS (Fakultas Pendiidikan Bahasa Sastra), IKIP Bandung dan pascasarjana Universitas Indonesia. Semasa mahasiswa aktif di Unit Pers Mahasiswa IKIP Bandung sebagai ketua (1986-1988). Menulis sajak, cerpen, esai, kritik dan drama. Karyanya dimuat berbagai koran, majalah dan jurnal di Indonesia, Malaysia, Brunei Darussalam. Inggris, Jerman dan Amerika Serikat. Sesekali ia diundang membacakan sajaknya dalam event internasional, antara lain: “Asean Writers Conference/Workshop (Poetry)”, Manila (1994); “Istiqlal International Poetry Reading”, Jakarta (1995); “Festival Seni ipoh ke-III”, Negeri Perak, Malaysia (1998); “Malam Puisi Indonesia-Belanda”, Erasmus Huis Jakarta (1998); “Festival de Winternachten”, Den Haag, Belanda (1999); “Poetry on the Road”, Bremen, Jerman (2001) dan “Internasionales Literatur Festival Berlin”, Jerman (2001).
Kumpulan sajaknya adalah Kenduri Airmata (1994,1996); Suatu Cerita dari Negeri Angin (2001); A Story from the Country of the Wind (2001). Buku esainya adalah Bahasa dan Bonafiditas Hantu (2001), dan Sastra dalam Empat Orba (2001); sementara dramanya adalah Atas Nama Cinta (2004). Buku yang dieditorinya adalah al: Saini KM: Puisi dan Beberapa Masalah-nya (1993); Catatan Seni (1996); Kapita Selekta Teater (1996); Pembebasan Budaya-budaya Kita (1999); Horison Sastra Indo-nesia (2002), dan Horison Esai Indonesia (2004);. Terjemahannya yang telah terbit adalah: Kepada Urania, Joseph Brodsky (1998) dan Impian Kecemburuan Seamus Heaney (1998).
Ketua Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) periode 2003-2006 ini, sebelumnya adalah Ketua Komite Sastra DKJ (1998-2001). Sehari-harimya bekerja sebagai pada Jurusan Teater Sekolah Tinggi Seni Indonesia (STSI) Bandung, serta Redaktur Majalah Sastra Horison. Sejak Februari hingga Oktober 2001, ia tinggal di Leiden, Belanda sebagai writer in residence atas undangan Poets for All Nations dan peneliti tamu pada International Institute for Asian Studies (HAS), Leiden Universiteit, Belanda. Agus R. Sarjono adalah sastrawan Indonesia pertama yang mendapat kehormatan untuk tinggal dan menulis di rumah sastrawan besar Jerman peraih Nobel Sastra, Heinrich Boll, atas undangan Yayasan Heinrich Boll Haus. Terjemaham kumpulan sajaknya dalam bahasa Jerman, Frische Knochen aus Banyuwangi (Tulang Segar dari Banyuwangi), diluncurkan akhir tahun 2002 di Berlin.
Sinopsis Monolog Nyonya Dermawan
Nyonya Darmawan adalah seorang nyonya yang kaya raya. Dia hidup bersama anak dan suaminya serta para pembantu rumahnya. Pada suatu hari, ketika dia datang terlambat di perkumpulan arisan, dia menceritakan keterlambatannya yang disebabkan oleh burung kesayangan suaminya yang dibeli seharga dua puluh juta rupiah lepas dari sangkarnya. Karena suaminya berada di kantor, maka Nyonya Darmawan, anaknya beserta pembantunya mengejar burung yang terbang tersebut dan hinggap di barang mewah miliknya. Kemudian dia juga menceritakan tentang sosok suaminya yang alim, yang tidak pernah main mata dengan wanita lain. Bahkan dia dan suaminya pernah pergi haji sebanyak empat kali. Selain itu, dia juga menunjukan kedermawanannya kepada teman-temannya bahwa dia suka menolong orang yang terkena musibah seperti banjir, tsunami, tanah longsor, gempa, dan sebagainya.
Nyonya Darmawan adalah orang yang selalu sigap turun tangan dan mengumpulkan dana yang diperoleh semua kenalannya yang kaya raya. Selain itu, dia juga memiliki sifat yang tegas terhadap karyawannya. Kemudian, Nyonya Darmawan juga menceritakan tentang pengalaman cintanya di masa lalu. Bahwa dia pernah jatuh cinta kepada seorang lelaki yang tampan dan romantis seperti ketika lelaki itu datang ke tempat kostan dia hanya untuk membacakan puisi cinta untuk dirinya. Selain itu, ketika dia ulang tahun, lelaki itu menyulap kamar kostnya menjadi tempat yang romantic dan menggemnggam kedua tangannya serta membisikan “Selamat ulang tahun, sayangku. Semoga sehat selalu. Wahai detak jantungku.
Namun hubungan mereka tidak bertahan lama karena mereka tidak direstui oleh keluarga besar dari Nyonya Darmawan karena ia telah dijodohkan oleh seorang lelaki yang sederajat dengan keluarganya, sehingga dia mencoba untuk bunuh diri. Karena ia takut dengan ketinggian jurang, akhirnya dia memutuskan tidak bunuh diri dan menyadari bahwa mati sia-sia bukanlah petanda keagungan cinta. Sehingga ia mau menikah dengan lelaki yang bukan pilihannya, yaitu ialah suaminya sendiri.
Suaminya itu seorang lelaki yang tidak romantis. Dia hanya memikirkan hartanya saja. Tidak ada hari-hari romantis yang mereka lalui bersama, karena suaminya itu orang yang sangat serius. Kalaupun dia mendukung sesuatu, dia akan mendukung dengan serius dan habis-habisan. Dan kalau dia membenci sesuatu, dia akan serius menbenci habis-habisan. Beda dengan lelaki romantis dambaanya, orangnya tidak pernah kelihatan serius, semua hal dia tanggapi dengan santai dan tersenyum.
Oleh sebab itu, dia memilih suaminya berdasarkan harta bukan karena cinta. karena menurut Nyonya Darmawan, cinta itu pendek dan kemakmuran itu panjang dan abadi. Dan di akhir cerita, Nyonya Darmawan mampu menutupi rasa sedihnya dihadapan teman-temannya.
Pendekatan Objektif Drama Monolog Nyonya Dermawan
Seperti yang kita ketahui Dalam buku Pengantar Teori Sastra karya Dr. Wahyudi Siswanto ada lima pendekatan dalam karya sastra yaitu :
Pendekatan Ekspresif
Pendekatan Ekspresif adalah pendekatan dalam kajian sastra yang menitik beratkan kajiannya pada ekspresi perasaan atau temperamen penulis Pada abad ke-18, pada masa Romantik, perhatian terhadap sastrawan sebagai pencipta karya sastra menjadi dominan. Karya satra adalah anak kehidupan kreatif seorang penulis dan mengungkapkan pribadi pengarang. Dari sudut semiotik, Zoest mengungkapkan bahwa di balik sebuah teks selalu ada tujuan. Pengaranglah yang menentukan apakah teks yang di tulisnya sebagai karya sastra atau bukan.
Pendekatan Objektif
Pendekatn Objektif adalah pendekatan kajian sastra yang menitik beratkan pada karya sastra. Pembicaraan kesusastraan tidak akan ada bila tidak ada karya sastra. Karya sastra sebagai sesuatu yang ini.
Pendekatan Mimetik
Pendekatan Mimetik adalah pendekatan kajian sastra yang menitik beratkan kajiannya terhadap hubungan karya sastra. Pandangan karya sastra yang memandang karya sastra sebagai imitasi dari realitas.
Pendekatan Pragmatik
Pendekatan pragmatik adalah pendekatan kajian sastra yang manitikberatkan kajiannya terhadap peranan pembaca dalam menerima, memahami, dan menghayati karya sastra. Pembaca sangat berperan dalam menentukan sebuah karya itu merupakan karya sastra atau bukan.
Penderkatan Interdisipliner sastra
Selain empat pendekatan yang dikemukakan oleh Abrams di atas, ada juga kajian sastra yang merupakan interdisipliner dari ilmu sastra dengan ilmu lain. Misalnya, psikologi sastra, sosiologi sastra, sejarah sastra, dan pendidikan sastra.
Dalam hal ini, penulis akan menganalisa Monolog Nyonya Dermawan dengan pendekatan objektif. Seperti yang sudah diketahui, bahwa pendekatan objektif merupakan pendekatan kajian sastra yang menitik beratkan pada karya sastra. Pembicaraan kesusastraan tidak akan ada bila tidak ada karya sastra. Berikut merupakan hasil analisa drama tersebut:
Judul : Nyonya Dermawan
Penulis : Agus R. Sarjono
Penerbit : Horison
Tahun Terbit : 2008
Tebal Halaman : 7 halaman
Tema
Tema yang terdapat dalam monolog Nyonya Dermawan ini adalah kesombongan dengan kemewahan. perihal tersebut sudah terbaca sejak awal permulaan monolog tersebut, Berikut kutipannya :
“suami saya itu lho, kok bisa-bisanya beli burung perkutut seharga dua puluh lima juta.”hlm.21
Kemudian di perkuat kembali dengan monolog nyonya dermawan di paragraf berikutnya yang seolah-olah memamerkan barang-barang mahal lainnya yang ia miliki.
“tetapi, karena rumah saya luas sekali, tetap saja bikin repot. Burung itu, coba bayangkan ibu-ibu, dengan enaknya menclok di jambangan kristal yang dibawa suami saya dari vienna. Saya kejar, eh terbang, terus menclok di sofa romawi yang dibeli suami saya di Yunani. Anak saya dengan sigap menyargap burungiru, tapi dengan lincahnya dia lolos dan menclok di meja rias saya yang saya beli di Italia” hlm.22
Tokoh “saya” dalam monolog Nyonya Dermawan mencerminkan seorang yang mempunyai harta lebih dan memiliki kedermawanan dengan sering menolong, tetapi kedermawanan yang dimilikinya dihumbarkan kepada teman-teman arisannya. Tema ini tergambarkan dalam setiap monolog yang di sampaikan oleh nyonya dermawan, berikut kutipannya :
“ jadi ibu-ibu sekalian, kalau kalian ingin menyumbang korban bencana atau anak yatim piatu, hubungi saya. Tidak perduli sejauh apa, akan saya serahkan segera bantuan anda pada mereka. Tidak apa-apa saya kecapaian atau kurang tidur mengurus itu semua, tapi dada ini bangga dan bahagia bisa menolong orang yang yang menderita.”hlm.24
Dapat disimpulkan bahwa tokoh “saya” dalam monolog ini sombong dengan kebaikannya atau kedermawanannya terhadap bantuan yang seringkali dilakukan kepada orang-orang yang sedang membutuhkan khususnya pada saat terjadi suatu bencana. Ia menceritakan semua kedermawanannya.
Penokohan
Karena karya ini merupakan monolog jadi tokoh yang ada hanya satu, yaitu “saya”. Saya Seorang nyonya yang mempunyai sifat sombong tetapi dermawan. Sifat sombong tersebut dapat dilihat dari salah-satu kutipan monolog tersebut,
“Suami saya itu lho, kok bisa-bisanya beli burung seharga dua puluh lima juta.” hlm.21
Sedangkan sifat dermawannya dapat dilihat dari kutipan berikut:
“saya itu orang yang pertama bergerak jika ada bencana. Sebut saja: banjir, tsunami, tanah longsor, gempa! Saya selalu ada di depan. Saya selalu sigap turun tangan.”hlm.24
Sudut Pandang
Satu tokoh yang terdapat dalam monolog ini merupakan orang pertama pelaku utama “saya” terdapat dalam semua ujaran. Contoh:
“Aduh ibu-ibu, maaf saya terlambat.” hlm.21
Sudah terlihat pada paragraph pertama bahwa orang pertama langsung bericara “saya”.
Gaya Bahasa
Gaya bahasa yang digunakan dalam monolog Nyonya Dermawan adalah bahasa sehari-hari, yang mampu dipahami oleh pembaca. Namun terdapat beberapa kata dalam bahasa Jawa yang digunakan, seperti: tho, wong, ngelunjak. Serta terdapat pula kata kiasan atau peribahasa yang digunakan dalam monolog tersebut, yaitu
“Patah tumbuh hilang berganti, mati satu tumbuh seribu.”hlm.24
“Ayam tanpa sayap, seperti kambing tanpa tanduk” hlm.24
“dari pada hidup di sangkar emas lebih enakh hidup bebas” hlm.21
Alur atau plot
Alur dalam monolog tersebut adalah alur campuran.
Latar atau setting
Latar tempat: di sebuah ruangan dalam rumah.
Latar suasana: -
Latar waktu: -
Amanat
Amanat yang disampaikan adalah dalam hidup kita tidak harus menyombongkan diri sendiri dengan mengumbar kedermawanan dan tidak baik menutup perasaan diri yang akhirnya membuat diri gundah. Karena tokoh ini menuruti permintaan orang tuanya untuk menikah dengan pria yang dipilihkan untuknya. Sehingga ia menutup diri, dengan melupakan orang yang sebenarnya dicintainya. Selain itu dengan ia menuruti permintaan kedua orang tuanya sehingga ia dapat hidup senang bersama suaminya.
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Tema
Tema yang terdapat dalam monolog Nyonya Dermawan ini adalah kesombongan dengan kemewahan.
Penokohan
Karena karya ini merupakan monolog jadi tokoh yang ada hanya satu, yaitu “saya”.
Sudut Pandang
Satu tokoh yang terdapat dalam monolog ini merupakan orang pertama pelaku utama “saya”
Gaya Bahasa
Gaya bahasa yang digunakan dalam monolog Nyonya Dermawan adalah bahasa sehari-hari, dan ada kata kiasan atau peribahasa
Alur atau plot
Alur dalam monolog tersebut adalah alur campuran.
Latar atau setting
Latar tempat: di sebuah ruangan dalam rumah.
Amanat
Amanat yang disampaikan adalah dalam hidup kita tidak harus menyombongkan diri sendiri dengan mengumbar kedermawanan dan tidak baik menutup perasaan diri yang akhirnya membuat diri gundah. Karena tokoh ini menuruti permintaan orang tuanya untuk menikah dengan pria yang dipilihkan untuknya. Sehingga ia menutup diri, dengan melupakan orang yang sebenarnya dicintainya. Selain itu dengan ia menuruti permintaan kedua orang tuanya sehingga ia dapat hidup senang bersama suaminya.
No comments:
Post a Comment